Senin, 01 Juni 2009

Fenomena Sexy Dancer di Yogyakarta

Sexy dancer. Terdengar tabu di telinga. Namun tenyata profesi ini sudah banyak digeluti oleh kaum hawa yang kebanyakan adalah mahasiswi. Sexy dancer merupakan side job yang cukup menggiurkan bagi sebagian mahasiswi di Yogyakarta.

Profesi sebagai sexy dancer biasanya banyak ditemui di klub-klub malam. Sexy dancer sering diindentikkan dengan pakaian yang super mini dan gerakan-gerakan erotis. Keberadaan sexy dancer sendiri memang dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan sexy dancer sering tampil dengan busana yang cukup sexy. Rere, salah satu sexy dancer kenamaan Yogyakarta yang sudah sering malang melintang di panggung hiburan klub-klub malam mengungkapkan bahwa menjadi seorang sexy dancer punya nilai interest tersendiri. ” Menjadi sexy adalah hobi saya. Saya sangat menikmati profesi ini. Memang sih, jam tidur saya jadi terbalik, malam buat manggung, siang buat tidur, tapi saya senang, honornya lumayan. ’ ungkapnya. Dalam sekali perform, Rere dapat mangantongi uang sekitar 150 ribu rupiah. Bayaran yang cukup lumayan bukan.

Namun sebagai sexy dancer juga harus dituntut memiliki prinsip yang kuat. ”sexy dancer kan kerjanya di klub malam, kita juga diharuskan memakai kostum yang sexy. Makanya, banyak sekali orang yang suka menggoda. Tapi pintar-pintar kita saja untuk menghindari. Walaupun sexy dancer, bukan berarti kita juga jual diri. ” kata Rere. Sexy dancer memang sering dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Ini dikarenakan lingkungannya yang berdekatan dengan gaya hidup hedonis. Sejatinya, bagi orang yang melihat dari sisi seni, sexy dancer merupakan seni koreografi yang membutuhkan perpaduan yang harmonis. Dibutuhkan penjiwaan juga dalam memainkan koreonya.


LENTERA

Rabu, 27 Mei 2009

Flu Babi Oh Flu Babi

Akhir bulan April 2009 ini, dunia dikejutkan dengan datangnya virus flu babi. Flu babi diperkirakan adalah flu yang mematikan karena perpaduan antara flu burung, flu babi dan manusia. Penyakit ini disinyalir muncul pertama kali di negara Amerika bagian selatan tepatnya di Meksiko. Fenomena ini kemudian membuat pimpinan WHO, Margareth Chan membuat langkah antisipasi kepada dunia. Beliau memaparkan langkah-langkah strategis demi menyikapi pandemi flu babi ini. Flu babi yamg berkode H1N1 telah merenggut banyak korban jiwa. Di meksiko sendiri setidaknya memakan 83 jiwa, dan 1 orang meninggal di USA. Kemudian virus flu babi ini juga menginfeksi 1.516 orang dari seluruh dunia.  
Flu babi terus menjalar kemana saja. Secara tidak langsung, flu babi ini juga telah ikut mengubah tatanan dunia khususnya dalam sector ekonomi. Tidak dipungkiri, banyak maskapai penerbangan yang telah merugi akibat tiket menuju Meksiko akhirnya dibatalkan. Jumlah pengunjung negara tersebut juga menurun drastic. Belum selesai masalah krisis finansial global, dunia dibuat repot oleh hadirnya pandemi flu babi yang ternyata membawa dampak cukup hebat, tidak hanya bag dunia kesehatan namun juga perekonomian.  


Selasa, 12 Mei 2009

Pemilu dan Kapitalisme Media

Kapitalisme media telah menggeser fungsi media sebenarnya. Yaitu sebagai saluran informasi, pendidikan, dan juga hiburan. Namun dimasa pemilu media telah dipenuhi iklan-iklan partai politik yang tidak sedikit mengeluarkan dana. Apakah media hanya mementingkan keuntungan semata?

Masa kampanye lalu dimana partai politik banyak mengeluarkan dana untuk belanja iklannya disambut baik oleh media massa. Bagaimana tidak? Dari belanja iklan itulah media mendapatkan cukup banyak keuntungan. Bahkan salah satu TV swasta sempat diperingatkan karena terlalu sring menampilkan iklan salah satu partai baru.

Memang benar keuntungan media salah satunya didapat dari iklan. Iklan-iklan partai politik menghabiskan bermilyar rupiah. Partai Golkar menghabiskan Rp. 5 Milyar dan Gerindra mengeluarkan rata-rata Rp. 9 milyar untuk belanja iklannya. Siapa yang akan menolak tawaran besar ini. Namun terkadang masyrakat mendapatkan kesan bahwa stasiun TV memihak kepada salah satu partai. Hal ini tidak baik karena akan berpengaruh kepada reputasi media. Media seharusnya bisa netral.

Tidak mudah memang menolak proyek jutaan bahkan milyaran rupiah. Untuk itu adanya aturan-aturan yang membatasi media dalam menayangkan iklan parpol. Sehingga porsi berita dan iklan bisa seimbang. Disisi lain media harus kembali pada ideologi media itu sendiri. Tidak hanya memikirkan keuntungan semata tapi berpihak kepada rakyat. Rakyat membutuhkan informasi mengenai caleg yang berkualitas. Bukan hanya iklan-iklan yang mengobral janji.

Rabu, 06 Mei 2009

Koalisi yang Rapuh

Persaingan politik kian memanas seiring dengan semakin dekatnya pemilihan presiden pada bulan Juli mendatang dan banyaknya partai yang akan bertarung pada pemilu 2009 nanti. Ranah politik seakan sedang mengalami peperangan yang sengit.

Mereka berlomba-lomba membentuk koalisi demi tercapainya ambisi menjadi penguasa negeri ini. Apalagi dengan Undang-Undang Pemilihan Presiden yang sedang dibahas saat ini memutuskan persyaratan yang tinggi bagi partai untuk bisa mencalonkan presiden dan wakilnya misalnya 30 persen, maka bisa dipastikan tak ada satupun parpol yang mampu mengajukan calon secara sendiri.
Partai-partai besar seperti PDI-P, Golkar, Gerindra, Hanura, PPP, PAN mulai merapatkan barisan membentuk koalisi besar enam partai untuk menantang koalisi Pro-Cikeas. Namun koalisi besar tersebut terancam buyar, enam partai yang semula hendak menantang SBY tidak menemukan titik temu, apalagi setelah Golkar dan Hanura mendeklarasikan pasangan Jk-Wiranto.
Hakikat koalisi sendiri adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat, mandiri, dan tahan lama. Tetapi, semua partisipan berlomba untu menjadi pemenang, tanpa memperhatikan bahwa rapuhnya koalisi yang terbentuk ini tentu saja tidak akan mampu melahirkan pemerintahan yang kuat dan tegas. Setiap program dan kebijakan yang diusulkan harus mempertimbangkan kepentingan partai anggota koalisi lainnya. Bila tidak, maka koalisi yang rapuh itu bisa saja bubar di tengah jalan dan berbalik menjadi perpecahan, berbalik melawan.
Untuk membentuk pemerintahan yang kuat, mandiri dan tahan lama, maka koalisi yang harus dibentuk adalah koalisi yang permanen. Yaitu koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai bersama, tujuan politik yang sama dengan adanya konsensus dan kontrak politik untuk mepertahankan koalisi. Bukanlah koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan.
Merujuk kepada wacana koalisi Golkar-Hanura saat ini, koalisi ini bisa terbentuk karena kedua partai ini adalah partai besar sehingga mudah mencapai suara mayoritas. Pertanyaan selanjutnya apakah kedua partai ini mempunyai nilai-nilai bersama dan tujuan politik yang sama untuk diperjuangkan? Bila tidak tentu saja koalisi ini hanyalah koalisi pragmatis yang hanya bertujuan untuk merebut kekuasaan namun mengabaikan hakikat koalisi.
Pemilu seharusnya merupakan jalan bagi Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah. Dengan mempunyai wakil rakyat pilihan yang berkualitas, berdedikasi penuh kepada rakyatnya, dan membangun pemerintahan yang kuat, mensejahterakan rakyat. Bukannya malah dijadikan ajang permainan politik yang penuh dengan intrik dan hanya berorientasi pada kekuasaan semata.

Selasa, 05 Mei 2009

Koalisi, Kemana Arahnya?

Koalisi, Kemana Arahnya?

Pemilu presiden yang akan dilaksanakan ternyata mengundang berbagai macam polemik dikalangan elite politik. Partai-partai yang saling berkoalisi sepertinya malah tidak memberikan suatu penyelesaian yang berupa kerja sama.

Seperti halnya partai golkar yang pada awalnya bersekutu dengan partai democrat pada akhirya ‘bercerai’. Kemudian golkar mengambil langkah yang tidak terduga dengan merapat ke kubu megawati. Namun pada akhirnya Jusuf Kalla justru berkoalisi dengan Wiranto uang di usung sebagi Cawapresnya. Manuver-manuver politik semacam itulah yang terjadi sekarang ini. Situasi yang tidak menentu dan rancu menimbulkan kesan yang rumit kepada masyarakat. Tak heran, masyarakat menjadi apathies akan tingkah polah para petingginya.

Manuver politik dilakukan dalam upaya untuk menghimpun kekuatan untuk kemenangan dalam Pemilu presiden Juli mendatang. Namun, pada kenyataannya kesan yang ditimbulkan adalah sikap tidak konsisten partai politik atas statement-statement yang muncul.

Lalu sebenarnya mau ke arah mana koalisi ini. Sebagai elite politik yang memiliki tanggung jawab atas masa depan WNI, seyogyanya mereka harus mengambil langkah bijaksana. Hal ini sangat berkaitan dengan kredibilitas partai politik itu sendiri. Timbulnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap partai politi yang berkoalisi berdampak pada kesuksesan dalam Pemilu presiden mendatang. Seharusnya para Capres dan Cawapres yang saling berkoalisi bisa mengambil langkah yang bijak dan jelas.

Kamis, 30 April 2009

KOALISI, TINGGALKAN SEJENAK HARGA DIRI

Koalisi kini menjadi agenda rutin para pimpinan kita. Diajang penguatan suara ini mulai tampak ketidak konsistenan bibir penguasa kita. Dan ketika harga diri mereka seolah tidak ada harganya.

Perolehan suara Demokrat masih berada pada puncak teratas. Hasil perolehan suara partai yang tahun lalu menang ini tampaknya membuat beberapa lawan politiknya gerah. Tak ingin patah arang, beberapa partai lain mencoba untuk bertahan dengan koalisi. Satu-satunya cara menguatkan suara dengan menggabungkan dua partai yang memiliki kekurangan suara.

Dua pertempuan partai besar beberapa waktu lalu cukup menarik perhatian masyarakat. PDI-P – Golkar, dan Demokrat –PKB merupakan paratai kuat yang memiliki persaingan cukup sengit. Demi memperoleh kursi kekuasaan tampaknya hal biasa jika menhalalkan segala cara.

Kehilangan harga diri dan ambisi merupakan kawan sejati yang menemani pimpinan kita saat ini. Ambisi untuk mendapatkan kemenangan sempat menutup mata mereka sehingga lupa pada komitrmen dan harga diri. Kalla, salah satu figur calon pemimpin yang hampir tidak punya harga diri ketika harus menjlat ludahnya sendiri. Mantan duet SBY yang diawal pemilu kemarin menyatakan tidak mau dipasangkan dengan SBY ini belum lama kemarin mengatakn bersedia lagi disandingkan dengan SBY.

Pernyataan kalla ini cukup membuat malu partai Golkar. Akbar Tanjung menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Kalla yang tidak konsisten dan merendahkan harga diri partai.

Keadaan seperti ini tentu saja sangat tidak baik bagi perkembangan politik masa depan. Koalisi seakan menjadi harga mati untuk mencapai kursi pemerintahan. Menggabungkan dua partai yang berebeda dengan visi dan misi yang tidak sama. Secara logika, bagaimana mungkin duet pimpinan kita berasal dari dua partai berbeda yang tentunya memiliki ideologi yang berbeda. Bahkan ketika harus menerima kenyataan perolehan suara tidak sesuai harapan, saling tuding kecurangan menjadi cermin ketidakbijaksanaan para pimpinan kita.

Saat koalisi menemuai jalan buntu dengan siapakah akan bergabung, pimpinan partai sama sekali tidak bertanya pada masyarakat. Masrakat lah yang sangat menentukan kemenangan mereaka. Sangat ironis jika rakyat justru dilupakan dan tidak mencoba bertanya pada aspirasi rakyat. Sikap pimpinan kita yang sangat ambisius dalam memperebutkan kursi bisa memunculkan framing bagi masyarakat. Agaiman bisa memimpin rakyat dengan baik jika mereka saja tidak bisa konsisten dengan prinsip sendiri.

Para pemimpin seharusnya lebih bijaksana dalam mengambil keputusan untuk maju kekursi pemerintahan. Menanyakan kepada rakyat dengan mengadakan poling pemilihan koalisi yang diharapkan dapat dijadikan salah satu alternatif. Karena semua juga dikembalikan dari rakyat dan untuk rakyat. Semoga saja hasil koalisi dan pemilu nanti akhirnya menghasilkan pimpinan yang terbaik bagi rakyat. Karena apapun yang saat ini sedang berlangsung haruslah demi kesejahteraan rakyat.

BERTAHAN DENGAN ASONGAN

” Semoga dagangan saya laris dan barokah biar anak bisa terus sekolah. Biar anak saya tidak hidup susah kayak bapaknya”. Setitik harapan seorang pedagang asongan yang bertahan hidup dengan asongan.

Tugiyo, lelaki setengah abad ini sudah mengadu nasib di Jogja selama 28 tahun. Kuli bangunan menjadi pekerjaan pilihannya saat pertama kali datang ke Jogja. Penghasilannya sebagai buruh tani di Wonosari dirasa tidak cukup untuk menghidupi keluarganya sehingga memutuskan untuk pergi ke kota gudeg ini. ”Jadi buruh tani itu hasilnya tidak cukup mba. Belum lagi nanti kalau gagal panen, saya tidak dapat apa-apa.” Awal tahun 1980-1999 bapak tiga anak ini setia menjadi kuli bangunan. Usia mulai memupus kekuatan fisik Tugiyo sehingga tak mampu lagi menjadi kuli bangunan.

Dapur tidak mengepul jika bapak tua ini tidak bekerja. Modalnya yang cukup sedikit digunakan untuk berjualan asongan di daerah Malioboro. Rokok, tisu, permen, dan korek ia jajakan setiap hari demi sesuap nasi baginya dan anak istri di kampung.


Anak pertamanya sudah menginjak kelas 1 smp dan Tugiyo harus berjualan dengan keras untuk biaya sekolah anaknya. Rumah petak ukuran 3x4 di Tukangan adalah tempat Tugiyo beristirahat yang cukup dekat dengan Malioboro. ”Saya ngontrak di situ biar tidak jauh jalan. Maklum saya sudah tua, kalau jauh-jauh harus naik angkot, uangnya eman-eman.” ujar pria yang selalu ceria ketika menjajakan asongannya.


Keuntungan yang diperoleh dari berjualan asongan memang tidak terlalu besar. Paling sedikit dalam satu hari Tugiyo bisa mengantongi Rp 5000,-. Namun jika musim liburan tiba bisa mencapai Rp 50.000,-. ”Saya senang kalau musim libur. Banyak yang beli rokok, tisu, sama permen. Jadi pas pulang nanti, bisa bawa uang untuk bayar sekolah dan makan.”


Setiap dua bulan sekali pria yang wajahnya sudah tampak keriput ini pulang ke Wonosari membawa uang untuk anak istrinya. Tugiyo tidak pernah menyesali kehidupannya yang tidak seberuntung orang-orang yang berkecukupan. ”Gusti Allah itu adil mba. Pasti rejeki kita sudah diatur. Kita tinggal menjalani saja yang ada di depan kita.” . Saat ditanya tentang harapan hidupnya kedepan penjaja asongan ini menjawabnya dengan tersenyum dan berkata,” Semoga dagangan saya laris dan barokah biar anak bisa terus sekolah. Biar anak saya tidak hidup susah kayak bapaknya”.

Rabu, 29 April 2009

Nostalgia Bersama Zamzani


Terdengar lirih suara lagu era 80’an di pertigaan jalan antara Pasar Bringharjo dengan Jalan Malioboro. Suara lagu itu selalu berganti setiap saat dan orang orang silih berganti menghampiri asal suara lagu tersebut.



Seorang bapak tua duduk diantara tumpukan kaset-kaset bekas itu dan dilangkapi dengan seperangkat speker yang seadanya. Senyum kecilnya kadang tercipta jika ada pembeli ada yang menawar harga dagangannya dengan sesuka hati. Dia adalah Bapak Zamzani, pria asal Padang ini sudah 24tahun berjualan kaset bekas di kawasan Bringharjo. Ia harus melakoni pekerjaan itu atas inisiatifnya untuk mencari penghasilan di kota perantaunnya ini, Jogjakarta. Dengan penghasilan rata-rata 20 ribu rupiah perhari dia harus menghidupi satu orang istri dan tiga orang anak. Dengan usianya yang sudah melebihi setangah abad dia masih gigih untuk bekerja, setiap paginya dia berangkat dari rumahnya di kawasan Notoprajan. Dalam satu hari Bapak Zanzani dapat menjual rata-rata 10 kaset dari jam 10 pagi hingga jam 10 malam. Kaset yang di jualnya adalah kaset lama atau bekas, ia menjual rata-rata Rp 8000 untuk lokal dan Rp 12.000 untuk barat. “Makin tua makin mahal,” kata Bapak Zanzani. Ia mengaku pernah menjual kaset Koes Plus rekaman pertama seharga 25 ribu. “Sebagai penjual kita harus mengerti barang mana yang memliki harga tinggi dan mana yang tidak,” tambahnya. Asam manis berjualan kaki lima pernah dialaminya, mulai dari pemalakan dan juga kaset kaset yang sering hilang. Namun saat ini sudah tidak pernah setelah Pasar Bringharjo mengalami renovasi. Dan sebuah kebanggan saat orang yang mendapatkan kaset tua yang dicarinya pada lapak dagangannya.

Pak Ngadimin dan Barang Bekasnya..

Barang bekas mungkin bukan di bilang barang yang cukup mahal, tetapi di dalam Pak ngadimin hadiwiryono (69) tahun ini bekerja di emperan pasar beringharjo yang menjual barang-barang dengan bermodalkan barang bekasnya mungkin bisa dibilang buat menghidupi kebutuhan hidupnya. Kini Pak ngadimin harus membiayai keluarganya dan 6 anaknya. Bapak yang berusia cukup di bilang tua ini sudah mulai berjualan barang barang bekas sejak tahun 40an. Pada sekitar tahun 63-70an masih bisa di bilang ramai dari tahun-tahun sekarang, yang mulai dari tahun 2000an sudah mulai sepi. Dengan keadaan yang sepi sekarang ini pak ngadimin berpenghasilan sekitar 10rb perhari, dari uang yang di dapatkan itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama istri dan satu anaknya yang masih duduk di bangku sekolah.” untungnya lima anak saya sudah menikah” kata pak ngadimin. Pertama kali mulai bekerja sebagai pedagang barang bekas dikarenakan waktu itu suka dengan barang bekas untuk dikumpulkan, tetapi lama kemudian jadi tertarik untuk menjual barang bekas yang dikumpulkan itu, tapi pak ngadimin juga pernah bekerja sebagai kondektur bis, tapi tak lama berhenti untuk menjadi kondektur dikarenakan penghasilan yang di dapat cukup di bilang kurang untuk mencukupi keluarganya di waktu itu, ungkap bapak separuh baya ini. Dengan banyaknya pekerjaan yang mungkin bisa di bilang banyak peluang tetapi pak ngadimin ini tidak bisa untuk menekuni bidang lain karena sudah binggung karena terlanjur menekuni pekerjaan sekarang ini, dengan banyaknya persaingan yang semakin lama semakin banyak orang yang berjualan barang bekas, lagian untuk mengembangkan usaha lain juga susah karena tidak punya modal sehingga penghasilan yang didapat sekarang ini juga juga minimal. Tempat dari dulu sampai sekarang juga itu, belum pernah pindah. Kalau mau pindah takutnya kehilangan pelanggan dan mau pindah dimana juga susah cari tempat yang dimana-mana sudah banyak terpakai takut terjadi persaingan. Yang jelas mempertahankan adalah salah satu untuk menculupi kebutuhan hidupnya dan semnagt kerja keras. Kata bapak ini...

Mr.Bakin, si Tukang Reparasi Payung


Sedia payung sebelum hujan, tidak ada payung badan pun kehujanan. Itulah pepatah yang cocok dilontarkan dari mulut Bakin (59). Seorang lelaki yang sudah 35 tahun menjadi tukang reparasi payung di daerah pasar Beringharjo.
Payung rusak jangan lantas dibuang, datang saja kepada Bakin, pria tua ini sanggup mereparasi segala aneka bentuk dan ukurang payung. Hanya cukup dengan Rp.5000, payung rusak kembali bisa dipakai. Keahliannya mereparasi payung didapat dari ayahnya, "Kerja ini ya dari ayah saya, turun-temurun", ucap Bakin, warga Tempel Yogyakarta. Lantas inilah pekerjaannya dan satu-satunya.
Setiap hari, setidaknya 20 biji payung rusak dapat diperbaikinya. Dan setidaknya dia dapat hasil Rp.50.000 masuk kekantongnya. Memang bukan angka yang tinggi, tapi Bakin tetap saja bertahan pada pekerjaan ini. "Kalau musim hujan bisa lebih dari lima puluh ribu, itupun tidak menentu. kalau lagi sepi malah paling cuman dapat sepuluh ribu", lontar bapak 5 orang anak ini. Bukanlah angka yang besar, mengingat Bakin harus menghidupi istri dan 2 orang anak yang masih hidup bersamanya.
Seiring kemajuan jaman, menurutnya lebih banyak orang membuang payung daripada membetulkannya. Mungkin harga payung baru semakin murah. "Kebanyakan orang ingin yang instan mas, rusak buang lantas beli baru", cerita pria berkacamata ini. Namun, walaupun semakin sepi Bakin tetap percaya bahwa reparasi payung masih dibutuhkan. "Mudah-mudahan bisa bertahan, mas. bapak saya saja bisa masak saya tidak bisa. nanti istri anak saya makan apa", candanya sembari meminta ijin untuk melanjutkan memperbaiki payung bertumpuk disekitarnya. Hanya walaupun dengan reparasi payung, Bakin sudah bisa membiayai 3 orang anaknya lulus sekolah tingkat atas. Dan masih ada kebutuhan untuk istri dan 2 anak menunggunya, inilah yang tidak menghentikannya untuk berhenti menjadi si Tukang Reparasi Payung.

Selasa, 28 April 2009

Mencari Kehidupan Dari Tusuk Sate

Asap dan bara api sudah biasa menemani perjalannya mencari nafkah bagi keluarga. Ahmadi (47) asal madura. Berjualan sate di taman Parkir Abu Bakar Ali. Dengan kemeja lusuh dan celana panjang kain pria ini memanggil setiap wisatawan yang lewat.

Ramainya wisatawan dan bus pariwisata yang datang sudah menjadi pemandangn sehari-hari bagi pria ini. Tiap sore hari Ahmadi berjualan sate dengan gerobak yang ia miliki setahun yang lalu. Jika taman parkir sedang sepi ia menjajakan satenya keliling kampong. ”Ya.. nggak disini terus mbak, kalau lagi sepi jualannya keliling kampung.” ucap bapak beranak dua ini. ”Saya biasanya jualan dari jam 6 sore sampai jam 12 malam.” sambungnya.

Penghasilan yang dihasilkan dari berjualan sate tidaklah cukup untuk menghidupi seluruh keluarga. Tidak ada yang bekerja selain pak ahmad. Istrinya dirumah mengurusi anak-anaknya yang masih berada di bangku Sekolah Dasar. ”Penghasilan nggak tentu. Kadang-kadang Cuma dapat 50ribu. Paling besar yang pernah saya dapat 200ribu.” Pria dengan logat Madura yang khas ini mengaku penghasilan paling banyak didapat di akhir pekan katika banyak wisatawan yang berkunjung ke kota Jogjakarta.

Ditengah mahalnya harga-harga barang dan sembako tidaklah membuat pedagang sate asli Madura ini putus asa. Semangat pantang menyerah untuk menghidupi keluarga membuat bapak dua anak ini tetap berjuang mencari nafkah.

Balon, Tumpuan Hidup Samidi


Balon, adalah barang mainan biasa untuk anak-anak. Di tangan Samidi, balon menjadi begitu berarti. Dari barang sederhana itulah Samidi menggantungkan hidupnya. Berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Samidi, begitu panggilan akrab pria berusia 60 tahun ini. Jauh-jauh Samidi datang dari Wonosobo ke Yogyakarta untuk mencari nafkah. Profesinya sebagai pedagang balon mainan di Malioboro sudah digeluti selama kurang lebih 10 tahun. “Sekitar awal tahun 1999, jaman-jamannya krisis moneter itu mbak, saya datang ke Yogyakarta bersama teman-teman saya ari Wonosobo. ”, ungkapnya.
Profesi sebagai pedagang balon bukan merupakan profesi satu-satunya yang pernah digeluti. Menjadi petani juga pernah dijalani pria berkulit sawo matang ini. “Dulu di Wonosobo saya menjadi petani. Saya bersama istri setiap hari mengurus sawah.”, tegasnya. Beralihnya profesi Samidi bukan tidak beralasan. Tuntutan hidup yang semakion barat memaksanya berpikir untuk mencari pekerjaan yang lebih layak lagi. Namun, karena keterbatasan keahlian dan pendidikan akhirnya membawa bapak beranak 3 ini menjadi penjual balon.
Ketiga anaknya sudah bekerja. Hal ini sedikit mampu meringankan beban Samidi. Penghasilannya yang hanya 30 ribu sehari belum sepenuhnya mampu mencukupi kebutuhan. Istrinya sudah tidak bekerja lagi. Setiap bulan Samidi harus pulang untuk memberi uang kepada istrinya.
Berjualan balon bukan hal yang mudah bagi pria bertubuh kurus ini. Setiap hai Samidi harus berjalan kaki dari tempat tinggalnya di daerah Pingit menuju Malioboro. Rutinitas ini ia jalani mulai dari pukul 6 pagi hingga sore.
Suka duka Samidi sebagi pedagang balon telah memberikan banyak pelajaran. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Samidi terus berjuang menghadapi kerasya hidup ini. Banyak inspirasi yang dapat dipetik dari kisah hidup seorang Samidi. Kerendahan hati menjadi kunci keteguhan menjalani hidup.


Senin, 30 Maret 2009

Deklarasi Kampanye Damai Kisruh

Jakarta(17/3)-Proses penandatanganan kampanye damai pimpinan pusat partai politik di Jakarta diwarnai kaerusuhan.

Demi ketertiban berlangsungnya kampanye parpol pemerintah mengadakan deklarasi kampanye damai. Proses penandatanganan ini dilaksanakan oleh pimpinan pusat parpol yang disaksikan oleh pengurus KPU. Namun ditengah-tengah acara para simpatisan membuat kisruh dengan menaiki panggung dan masuk ke stand-stand yang ada. Para simpatisan menyanyikan yel-yel diatas panggung. Para simpatisan mulai menyerbu panggung setelah ketua KPU Abdul Hafiz Anshary membacakan ikrar deklarasi damai yang diikuti 38 pimpinan parpol. Kekisruhan ini disebabkan karena kekewaan terhadap kepemimpinan PPDI yang dualisme.KPU mengakui kepemimpinan Menthik Buwono, sedangkan sebagian kader tetap mendukung Endung. Polisi segera berjaga dii dekat panggung sesaat setelah kericuhan terjadi. Hafiz selaku ketua KPU memaklumi peristiwa ini dan menganggap para simpatisan terlalu bersemangat.

(Ika Ratna Sari/ 153070133)

Pelajar Belajar Mencontreng

Yogyakarta(17/3)-Simulasi mencontreng bagi pelajar SMA yang notabene merupakan pemilih pemula.

Simulasi contreng dilaksanakan Sabtu(14/3) di aula SMA N 8 Yogyakarta. Sekitar 40 siswa mengikuti sosialisasi mencontreng dalam pemilu nanti.dalam simulasi ini terdapat sosialisasi tentang bagaimana memilih caleg, berapa jumlah parpol, tata cara memberikan suara, dan juga perbedaan sistem pemilu sebelumnya. Beberapa siwa mengaku kesulitan mengikuti proses pemilihan suara. Mereka mengaku ukuran kertas suaranya terlalu besar dan nama calegnya terlalu banyak sehingga membuat kebingungan. Hl ini juga disampaikan Tia salah satu peserta simulasi. ”Kertasnya besar sekali. Sayakan baru pertama, jadi bingung. Nama calonnya juga kecil-kecil jadi sulit mencentangnya” tandas Tia ketika ditanyai pendapatnya tentang simulasi ini.

(Ika Ratna Sari/ 153070133) - Soft News

Minggu, 29 Maret 2009

Hard News

JK: Pilih Bukti, Bukan Janji

SEMARANG, LENTERA – Pilih bukti, bukan janji. Ungkapan inilah yang disampaikan Jusuf Kalla pada kampanye menjelang Pemilu 2009 di Lapangan Simpang Lima Semarang, (25/03/09). Pada kampanye tersebut JK menegaskan tentang mengapa khalayak perlu memilih Partai Golkar. ”Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengapa Golkar adalah pilihan yang tepat. Pertama, karena Golkar memiliki banyak pengalaman dikarenakan masa berdirinya yang sudah cukup lama dan partisipasinya dalam pemerintahan. Kemudian, Golkar memiliki rencana-rencana yang disesuaikan dari pengalaman tersebut. ”, tegasnya. Sedangkan pada hari sebelumnya (24/03/09), Golkar juga mengadakan kampanye di Yogyakarta yang bertempat di Alun-alun Utara. Namun dalam kampanye ini JK berhalangan hadir sehingga orasi disampaikan oleh salah satu petinggi partai Golkar yaitu Abu Rizal Bakri.

Soft News

Kupon Berhadiah Warnai Kampanye Golkar

YOGYAKARTA, LENTERA – Kampanye Golkar yang berlangsung di Yogyakarta (24/03/09) ternyata mengundang animo masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan panitia kampanye membagikan kupon berhadiah. Tak tanggung-tanggung hadiah yang dibagikan berupa motor dan barang-barang elektronik. Suyanto, bapak dua anak yang mengikuti rentetan acara kampanye ini mengungkapkan hal serupa, ”Hadiahnya motor mbak, makanya saya ikut, siapa tahu dapet .”, ungkapnya.

Sabtu, 28 Maret 2009

Mahasiswa Perantau Tidak Nyontreng

Pemilihan umum 2009 sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Saat inilah dimana rakyat mempergunakan hak suaranya untuk memilih para pemimpin yang dapat memajukan bangsa ini. Namun ditengah ramainya perbincangan mengenai siapa caleg yang akan dipilih, ada sebagian kelompok yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya. sebagian mahasiswa perantau tidak dapat menyontreng tahun ini. Mereka tidak masuk dalam daftar pemilih di wilayah mereka.


Oka (21) mahasiswa UI yang berasal dari Padang mengaku kecewa karena tidak bisa ikut memilih caleg favoritnya. Ia juga menuturkan bahwa tidak hanya dirinya yang merasa kecewa tapi teman-temannya juga merasakan hal yang sama. ”Masa tanggal 9 harus pulang ke Padang dulu baru bisa nyontreng”.ucapnya.

Dalam peraturan UU dan peraturan KPU orang yang berhak memberikan suara di TPS adalah orang-orang yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan orang-orang yang terdaftar di daftar pemilih tambahan. Artinya, seorang pemilih pindah boleh dimasukkan ke daftar pemilih tambahan.


Mekanismenya, pemilih tambahan harus memiliki bukti terdaftar di TPS asal, lalu mendatangi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KKPS), Petugas Pemungutan Suara (PPS) tingkat Kelurahan, Petugas Pemungutan Kecamatan (PPK) di kecamatan atau KPU kabupaten/kota asal dengan meminta formulir A5 (pindah pemilih).

Kampanye Money Politic Golkar

Kampanye terbuka partai Golkar di jogja (24/3) diindikasikan adaya money politic oleh panwaslu. Dalam kampanyenya partai Golkar membagi-bagikan dana bantuan dan doorprize kepada puluhan komunitas se-DIY. Doorprize yang diberikan pun tak tanggung-tanggun yaitu sebuah sepeda motor. Panwaslu menilai kampanye partai berlambang pohon beringin ini melanggar UU Pemilu pasal 28 ayat 1 huruf J. aturan tersebut melarang menjajikan atau memberikan uang/materi lainnya kepada peserta kampanye.

Panwaslu sudah memiliki bukti berupa data-data dan foto yang nantinya akan dikaji dan melakukan verivikasi. Setelah itu akan dibawa ke Forum Penegakan Hukum Terpadu untuk di tindaklanjuti.

Kampanye terbuka partai Golkar tidak dihadi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X karena tidak mendapatkan izin dari Mentri Dalam Negri untuk berkampanye di wilayah DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kampanye tersebut dihadiri oleh Aburizal Bakrie, adik kandung Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga fungsionaris DPP Partai Golkar Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo.

Dalam orasinya Aburizal mengingatkan kembali bahwa partai Golkar adalah parta berpengalaman. Dan meminta seluruh kader untuk meyukseskan pemilu 2009. partai ”Golkar tidak memberikan janji, tapi bukti” kata Aburizal dalam orasinya.

Rabu, 25 Maret 2009

Pemilu makin menarik banyak perhatian para mahasiswa FISIP UPN Yogyakarta

Pemilu yang tinggal menghitung hari ini ternyata makin banyak menarik perhatian mahasiswa tidak terkecuali para mahasiswa FISIP UPN Yogjakarta. Ini berpengaruh besar bagi banyak mahasiswa, walaupun notabenya mahasiswa FISIP namun sebenarnya banyak mahasiswa yang tidak menyukai Politik. Ini dijimpai di sebagian mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pengantar Ilmu Politik. Mereka sebenarnya tidak begitu menyukai politik,” kalo bukan mata kuliah wajib mending aku nggak ngambil,” begitu menurut salah satu penuturan mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
Namun dalam mendekati pemuli ini banyak yang mengalami perubahan, mahasiswa yang semulanya tidak acuh terhadap politik sekarang mulai membicarakan pemilu dan parpol-parpolnya walaupun pengetahuannya tidak banyak tentang itu. Banyak pembicaraan yang terjadi di kantin FISIP mengenai pemilu, mulai dari cara memilih, parpolnya, hingga para caleg yang terkadanga malah dijadikan bahan ejekan bagi mereka. Walaupun ada beberapa mehaiswa yang sudah memutuskan dirinya untuk menjadi golput untuk pemilu 2009 ini.

PPP melakukan kampanye keliling hari ini, anak anak tetap terlibat.

`Jogjakarta 25 maret 2009, Partai Persatuan Pembangunan melakukan aksi kampanyae kelilingnya. Terlihat antusias para pendukung parpol tersebut sangatlah baik, melihat dari kelengkapan atribut partai yang dikunakan dan juga jumlah peserta yang mengikuti kampanye. Semangat para pendukung partai tersebutpun sangatlah kuat, walaupun harus mengelilingi kota disaat mathari terik dan juga suhu udara yang sangat panas. Para partisipan tetap “menggeber-geber” kendaraan bermotornya.

Namun ditengah kekeompakan tersebut terlihat beberapa anak-anak menggunakan atribut parpol PPP ikut serta dalam kampanye keliling tersbut. Padahal sudah tertulis jelas diperaturan yang dibuat KPU utu tidak mengikut sertakan anak-anak dalam kampanye. Menurut pengakuan seorang ibu rumah tangga yang ikut kampanye dengan membawa anaknya yang berusia 4tahun, dia terpaksa membawa anaknya karena tidak ada yang dapt menjaga anaknya dirumah selagi kedua orang tuanya menikuti kampanye. Dia membawa anaknya karena juga ada orang tua lain yang melakukan hal yang demikian. Dan ada pula anak-anak yang mengikuti kampanye tanpa didampingi orang tuanya namun hanya bersama teman-teman seusianya. “Saya ikut kampanye hanya saya suka saja mas, lagian juga sudah pulang sekolah,” jelas anak yang berusia 10 tahun tersebut.

Rabu, 04 Maret 2009

Warnet feat Counter

Yogyakarta sangat terkenal sebagai kota pelajar memang bukan hanya sebagian saja, ini memang di buktikan dengan banyaknya lembaga-lembaga pendidikan di kota ini, mulai dari lembaga formal seperti universitasa maupun seperti lembaga kursus bahasa dan pendidikan lainnya.

Fenomena tersebut santgat memmpengaruhi pola kehidupan dan daerah lingkungan sekitar. Disekitar daerah kampus banyak sekali di jumpai sarana-sarana penunjang pendidikan , misalnya warnet, tempat foto copy. Sementara itu pola kehidupan mahasiswa membuat banyak usaha-usaha kecil tumbuh untuk sekedar memenuhi kebutuhan mahasiswa, kita ambil contoh counter pulsa.

Karena di jaman sekarang hampir semua orang sangat membutuhkan handphone apalagi mahasiswa yang notabene pendatang. Mereka sangat memrlukan handpone sebagai sarana komunikasi dengan keluarga dan teman-teman lainnya.

Darihal diatas dapat disimpulkan bahwa berdirinya lembaga pendidikan seperti universitas membuat banyak orang yang mencoba memanfaatkannya, dengan cara membuat usaha disekitar kampus. Dalam hal ini saya contohkan warnet dan counter pulsa, kedua usaha tersebut sangat banyak ditemukan pada daerah sekitar kampus. Kemajuan tekhnologi sangat mempengaruhi hal tersebut.

Di jaman modern saat ini warnet bukan hal yang aneh, bagiku pula handphone bukanlah lagi barang mewah yang mungkin semua orang bisa memakai dan alat sekarang bisa jadi kebutuhan. Kita tidak tahu sampai kapankah warnet dan counter pulsa akan membanjiri usaha di sekitar kampus dan sekitarnya. Apakah warnet akan terus maju atau sebaliknya counter pulsa yang akan lebih lama berjalan, ataukah keduanya?

Bisa pula keduanya hanya sebagai trend dan suatu saat nanti keduanya akan lenyap. Kemajuan tekhnologi dan pola kehidupan mahasiswa dan sekitar akan sangat mempengaruhi hal di atas.

BIKIN FILM,TIGA MAHASISWA UPN DIUSIR

Semangat anak muda untuk berkarya kadang sangatlah besar hingga etika kadang dilupakan. Buktinya demi membuat sbuah film, tiga mahiswa FISIP UPN VETERAN diusir dari kantor tower RII di daerah seturan. Menurut sumber yang kami temui, saat mereka membuat film di bawah tower RRI,mereka di datangi oleh petugas penjaga dan mengusir mereka dengan kata kata kasar dengan membawa kayu dikepalan. Sebelumnya mereka memang sudah diingatkan untuk membawa surat pengantar untuk memlakukan perekaman film dibawah tower RRI. Tapi ke tiga mahasiswa tidak mematuhinya dan melakukan perekaman dibawah tower RRI secara diam-diam. Alhasil mereka diusir dari lokasi dengan kasar dan hamper menimbulkan perkelahian antara salah satu mahasiswa dengan penjaga tower, hingga menrik perhatian warga sekitar. Mungkin ini salah satu bentuk kreatifitas yang terbendung atau memang kurangnya pelajaran etika yang mereka peroleh.