Rabu, 06 Mei 2009

Koalisi yang Rapuh

Persaingan politik kian memanas seiring dengan semakin dekatnya pemilihan presiden pada bulan Juli mendatang dan banyaknya partai yang akan bertarung pada pemilu 2009 nanti. Ranah politik seakan sedang mengalami peperangan yang sengit.

Mereka berlomba-lomba membentuk koalisi demi tercapainya ambisi menjadi penguasa negeri ini. Apalagi dengan Undang-Undang Pemilihan Presiden yang sedang dibahas saat ini memutuskan persyaratan yang tinggi bagi partai untuk bisa mencalonkan presiden dan wakilnya misalnya 30 persen, maka bisa dipastikan tak ada satupun parpol yang mampu mengajukan calon secara sendiri.
Partai-partai besar seperti PDI-P, Golkar, Gerindra, Hanura, PPP, PAN mulai merapatkan barisan membentuk koalisi besar enam partai untuk menantang koalisi Pro-Cikeas. Namun koalisi besar tersebut terancam buyar, enam partai yang semula hendak menantang SBY tidak menemukan titik temu, apalagi setelah Golkar dan Hanura mendeklarasikan pasangan Jk-Wiranto.
Hakikat koalisi sendiri adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat, mandiri, dan tahan lama. Tetapi, semua partisipan berlomba untu menjadi pemenang, tanpa memperhatikan bahwa rapuhnya koalisi yang terbentuk ini tentu saja tidak akan mampu melahirkan pemerintahan yang kuat dan tegas. Setiap program dan kebijakan yang diusulkan harus mempertimbangkan kepentingan partai anggota koalisi lainnya. Bila tidak, maka koalisi yang rapuh itu bisa saja bubar di tengah jalan dan berbalik menjadi perpecahan, berbalik melawan.
Untuk membentuk pemerintahan yang kuat, mandiri dan tahan lama, maka koalisi yang harus dibentuk adalah koalisi yang permanen. Yaitu koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai bersama, tujuan politik yang sama dengan adanya konsensus dan kontrak politik untuk mepertahankan koalisi. Bukanlah koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan.
Merujuk kepada wacana koalisi Golkar-Hanura saat ini, koalisi ini bisa terbentuk karena kedua partai ini adalah partai besar sehingga mudah mencapai suara mayoritas. Pertanyaan selanjutnya apakah kedua partai ini mempunyai nilai-nilai bersama dan tujuan politik yang sama untuk diperjuangkan? Bila tidak tentu saja koalisi ini hanyalah koalisi pragmatis yang hanya bertujuan untuk merebut kekuasaan namun mengabaikan hakikat koalisi.
Pemilu seharusnya merupakan jalan bagi Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah. Dengan mempunyai wakil rakyat pilihan yang berkualitas, berdedikasi penuh kepada rakyatnya, dan membangun pemerintahan yang kuat, mensejahterakan rakyat. Bukannya malah dijadikan ajang permainan politik yang penuh dengan intrik dan hanya berorientasi pada kekuasaan semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar