Selasa, 28 April 2009

Balon, Tumpuan Hidup Samidi


Balon, adalah barang mainan biasa untuk anak-anak. Di tangan Samidi, balon menjadi begitu berarti. Dari barang sederhana itulah Samidi menggantungkan hidupnya. Berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Samidi, begitu panggilan akrab pria berusia 60 tahun ini. Jauh-jauh Samidi datang dari Wonosobo ke Yogyakarta untuk mencari nafkah. Profesinya sebagai pedagang balon mainan di Malioboro sudah digeluti selama kurang lebih 10 tahun. “Sekitar awal tahun 1999, jaman-jamannya krisis moneter itu mbak, saya datang ke Yogyakarta bersama teman-teman saya ari Wonosobo. ”, ungkapnya.
Profesi sebagai pedagang balon bukan merupakan profesi satu-satunya yang pernah digeluti. Menjadi petani juga pernah dijalani pria berkulit sawo matang ini. “Dulu di Wonosobo saya menjadi petani. Saya bersama istri setiap hari mengurus sawah.”, tegasnya. Beralihnya profesi Samidi bukan tidak beralasan. Tuntutan hidup yang semakion barat memaksanya berpikir untuk mencari pekerjaan yang lebih layak lagi. Namun, karena keterbatasan keahlian dan pendidikan akhirnya membawa bapak beranak 3 ini menjadi penjual balon.
Ketiga anaknya sudah bekerja. Hal ini sedikit mampu meringankan beban Samidi. Penghasilannya yang hanya 30 ribu sehari belum sepenuhnya mampu mencukupi kebutuhan. Istrinya sudah tidak bekerja lagi. Setiap bulan Samidi harus pulang untuk memberi uang kepada istrinya.
Berjualan balon bukan hal yang mudah bagi pria bertubuh kurus ini. Setiap hai Samidi harus berjalan kaki dari tempat tinggalnya di daerah Pingit menuju Malioboro. Rutinitas ini ia jalani mulai dari pukul 6 pagi hingga sore.
Suka duka Samidi sebagi pedagang balon telah memberikan banyak pelajaran. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Samidi terus berjuang menghadapi kerasya hidup ini. Banyak inspirasi yang dapat dipetik dari kisah hidup seorang Samidi. Kerendahan hati menjadi kunci keteguhan menjalani hidup.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar